Selasa, 09 Juni 2020

JUNE DIARY - LEBIH BAIK

Dear Juni,

Pandemi masih belum berlalu, tapi lihatlah betapa cepatnya waktu ini berlalu. Detik, menit bahkan jam kita lewati dengan puluhan aktivitas. Btw, aku sudah berhenti dari kerjaan lama, aku memilih untuk fokus menulis dan membuka usaha sendiri.

Apa kabar kalian hari ini? masih ingatkah dengan tugas melakukan kebaikan beberapa bulan lalu? Kebaikan apa saja yang telah kalian lakukan? Kalau belum tahu, mari bergabung di kitabisa.com untuk saling berbagi kepada sesama yang lebih membutuhkan, di sana siapa saja bisa melakukan kebaikan kecil, kita bisa memberi sedikit uang saku minimal 10.000 setiap harinya. Menarik, 'bukan? Sekaligus melatih diri untuk berbagi sejak dini, ini juga bukan tentang seberapa besar kontribusi kita, tetapi seberapa banyak ketulusan yang kita berikan lewat rupiah sekecil itu. Aku harap kalian bisa mengerti.

Aku harap di bulan ini, aku dan kita semua bisa menjadi lebih baik lagi ke depannya. So, stay healthy and happy! :)

Selasa, 05 Mei 2020

MAY DIARY - HAMPA

Akhirnya aku sampai pada hari ini, padahal kakiku sudah lelah melangkah, rasanya lucu sekali mengingat beberapa bulan yang lalu aku selalu bersemangat.
Mei, akankah menjadi bulan terburukku? Betapa bencinya aku mengatakan hal ini, tapi aku merasa hatiku hampa dan menguap bagai gas yang hilang begitu saja. Aku tidak bisa untuk terus memaksakan diri menjadi sempurna, ini tidak mudah.

Aku tersenyum.
Aku terluka.
Aku sakit.
Dan, aku menangis.

Aku lelah, benar-benar lelah. Aku sudah ada pada titik di mana aku tidak mampu lagi menatap bahkan merangkak untuk berjalan maju. Aku butuh penopang agar aku yang biasanya menasihati, dinasihati. Aku butuh seseorang yang bisa mengerti aku tanpa perlu mengenal siapa aku(?)

Maaf, Mei. Aku tidak bisa menyambutmu dengan tulus. Aku harap sebagai bulan, kau tidak akan mendendam.

Salam damai dariku nun jauh di Bumi.

Minggu, 05 April 2020

APRIL DIARY - HOBI

Selamat datang April :)

Apa kabar kamu hari ini? Aku harap kamu baik-baik saja dan sedang berbahagia.
Nah, bagaimana dengan misi di bulan maret? Misi kebaikan kecil kita, apakah sudah kamu laksanakan dengan baik?

Bulan April ini aku sedang gencar-gencarnya mengirim naskah ke penerbit mayor, doakan saja salah satu naskah berhasil lolos seleksi, ya. Selain mengirim naskah ke penerbit, aku juga fokus menulis di forum seperti Wattpad, Mangatoon dan Yeah, Blog ini hehe...
Kalian mungkin tidak terlalu mengenalku atau bahkan tidak mengenalku sama sekali, aku selalu menulis dengan nama pena, jarang sekali aku menggunakan nama asli.

Kamu tahu hal kecil seperti melakukan hobi kita saja, bisa membuat kita bahagia luar biasa. Aku yakin setiap orang pasti memiliki hobi masing-masing, dari hobi yang biasa sampai yang memiliki hobi luar biasa dan terbilang aneh, tapi kenyataannya hobi seaneh apa pun itu, bisa membuat kita merasa sempurna. Contohnya, aku sudah jatuh cinta dengan dunia Literasi sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Berawal dari hobi membaca, bercerita dan mulai menulis cerita pendek, hobi itu kemudian berubah menjadi cita-cita. Tidak mudah memang bersaing dengan ribuan pencinta literasi, tapi aku tidak pernah ragu dengan langkah yang kini aku tempuh.

Akhirnya, aku bisa menerbitkan 4 buku, 2 antalogi cerpen dan 2 mini novel. Meskipun hanya di penerbit indie, itu tahap awal yang bagus untuk tetap belajar lebih baik lagi ke depannya.

Kalian juga bisa, selama masih ada kemauan untuk maju. Oh iya, jangan lupa untuk melakukan kebaikan kecil di sela kesibukan kita, janji! :)


Salam Sayang,

Sesi Herawani :)

Jumat, 06 Maret 2020

MARCH DIARY - MENEBUS DENGAN KEBAIKAN KECIL

Hidup ini sungguh melelahkan, bukan? Bahkan saking melelahkannya hidup ini, sebagian besar memutuskan untuk mengakhiri hidup. Terkadang sebagian dari kita berpikir, apa keuntungan yang di dapat setelah mengakhiri hidup? Seharusnya seberat apa pun, sebenci apa pun, semelelahkan apa pun hidup ini, jalani saja.

Mungkin kita memang tidak mengerti dan merasakan bagaimana hidup di posisi orang tersebut, tapi kalau boleh memberi saran, pikirkan konsekuensi akan sahabat, kekasih dan keluarga yang ditinggalkan, mereka akan terluka.

Seandainya juga kita hidup berlumuran dosa, pastikan kita menebusnya dengan perlahan, sekecil apa pun penebusan yang kita lakukan, ketahuilah, Tuhan tidak pernah menutup matanya, Tuhan tidak pernah lelah untuk menerima manusia yang seringkali berbuat dosa, bertobat kemudian berbuat dosa lagi. Maka lakukanlah dengan hal kecil;

1. Berdoalah dengan hati yang tulus, tidak perlu setiap saat, tapi berdoalah setiap kali hatimu merindukan akan Tuhan dan berdoalah untuk menuangkan keluh kesahmu. Doa yang tulus yakinlah akan terkabulkan ketimbang doa yang selalu kita panjatkan, tetapi tidak ada ketulusan di dalamnya, hanya sebagai pokok dari apa yang telah kita lakukan sekian lama.

2. Bantulah orang-orang yang sedang membutuhkan pertolongan, tidak perlu mendonasikan sampai berjuta-juta. Pertolongan lebih ikhlas seperti tenaga, pikiran dan hati saja sudah cukup. Intinya tidak harus menjadi orang kaya dulu baru berdonasi/berbagi kepada sesama. Kita bisa melakukannya setiap hari, ada yang bisa menjawab contoh memberi pertolongan dalam kehidupan sehari-hari? Aku yakin ada yang mengerti.

Manusia hidup tidak lepas dari yang namanya kesalahan/dosa, itulah sebabnya manusia juga tidak bisa lepas dari pengampunan. Hidup ini bukan sinetron yang akan selalu bertobat saat ajal hendak menjemput atau saat hidupnya sudah jatuh miskin atau tertimpa masalah, realitanya manusia terkadang tidak akan menyadari kesalahan hingga dibawa mati. Nah, mulai sekarang mari kita bersama-sama melaksanakan misi KEBAIKAN KECIL.


Salam Sayang,

Sesi Herawani

Selasa, 28 Januari 2020

CERPEN - IMPIAN DIANA

A STORY BY MACHASHW
Diana duduk termenung menatap geografi desa dari atas bukit belakang sekolah. Ia sedikit miris melihat kemiskinan yang masih merajai desa kelahirannya tersebut. Matanya kemudian melirik sepatu bututnya yang kusam, lihatlah, itu sebagian kecil dari bukti nyata kemiskinan di desanya.

Padahal tahun telah berganti, kemajuan zaman semakin terlihat, tetapi tetap saja desanya tertinggal jauh. Ini membuat hati kecilnya merasa iba dan berontak. Ia ingin melakukan sesuatu untuk desa tercintanya, setidaknya membuat desa yang tersembunyi di balik bukit itu menjadi perhatian pemerintah setempat.

“Memikirkan sesuatu, Din?” Winni sahabat karibnya menepuk bahu Diana dan membuat lamunan gadis belasan tahun itu buyar seketika.

“Sedikit,” jawab Diana singkat.

“Mau berbagi?”

Diana tersenyum tipis. “Bagaimana menurutmu desa kita ini?”

“Menurutku ya begini-begini saja, Din. Kau bisa lihat sendiri.”

“Apa kau tidak merasa bahwa desa ini telah jauh tertinggal dari desa-desa tetangga?”

“Kurasa sedikit, tetapi mau bagaimana lagi? Memang begini adanya, Din.”

Diana menoleh untuk melihat ekspresi Winni. “Apa kau mempunyai pemikiran yang sama?”

“Maksudnya?” tanya Winni tak mengerti.

“Menurutmu kita bisa mengubah desa ini menjadi lebih baik. Bagaimana?”

Winni tertawa setelah mendengar perkataan Diana. Menurutnya itu sedikit tidak masuk akal. “Din … Din … ada-ada saja kau ini, kau pikir kita mempunyai daya untuk melakukan hal sebesar itu? Kita masih anak Sekolah Menengah Pertama, bisa apa?”

“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selama kita mau berusaha, Win.”

“Masalahnya lihat kenyataan sekarang ini, Din. Aku bukannya mau menghancurkan pemikiran baikmu.”
Diana meringis membenarkan perkataan Winni. Ia kembali tertunduk lesu. Ada banyak hal yang harus ia sadari.

“Maaf, Din,” ucap Winni dengan rasa bersalah.

Diana menggeleng. “Kau benar, aku berharap terlalu tinggi.”

Winni terdiam sejenak, tidak lama kemudian ia terlonjak, teringat akan sesuatu yang membuatnya menyusul Diana ke bukit. Hampir saja ia lupa. “Tidak perlu hal besar untuk sebuah kemajuan, Din. Cukup hal kecil, namun membanggakan. Yehaaa ...!” Winni melonjak kegirangan dengan tangan sebelah yang terkepal dan terangkat ke atas.

“Kenapa, Win?” tanya Diana penasaran.

“Aku lupa menyampaikan sesuatu. Ibu Susi memberiku formulir lomba puisi, sepertinya kau cocok untuk mengikutinya.”

Diana berdiri tergopoh-gopoh. “Kau tidak sedang berbohong, kan?”

“Sumpah, Din. Kambing bapakku sakit perut kalau aku berdusta. Ini kesempatanmu untuk mengenalkan desa ini, kau pasti tahu tema apa yang harus kau angkat, kan?” tanya Winni berseri-seri saat dilihatnya ada harapan di mata sahabatnya itu.

“Aaaaaa ... aku tahu, Win!” seru Diana girang. Ia melonjak kemudian memeluk Winni. “Kau sahabat terbaikku, Win.”

“Aku tahu itu.” Kedua sahabat itu berpelukan sambil berteriak-teriak kegirangan.

***

“Aduh, Din. Aku gugup sekali,” bisik Diana pada Winni yang duduk di sampingnya.

Winni tersenyum sambil mengelus tangan Diana. “Kau pasti bisa, Din. Ini kesempatan kita, lihat ada pak Bupati di sana yang ikut hadir, mereka datang jauh-jauh ke desa kita cuma untuk menyaksikan acara ini, biarkan apa yang isi hatimu katakan mengalir begitu saja.”

Diana menarik napas kemudian berdoa dalam hati, semoga yang ia harapkan berjalan sesuai harapan.
“ADINDA DIANA PUTRI! Dipersilakan untuk maju ke depan dan membacakan puisi karyanya sendiri!” seru Kades dengan bangga. Dia membuka matanya, ada keyakinan di sana.

Sebelum maju, Diana kembali menatap Winni. Winni mengangguk seraya tersenyum menguatkan. Dengan langkah mantap, Diana maju ke depan, disaksikan oleh puluhan pasang mata. Ada ibu dan adik-adiknya juga di sana, ia kembali termotivasi.

“Ehemmm … baiklah, sebelumnya saya ucapkan terima kasih pada seluruh hadirin yang menyempatkan diri untuk acara hari ini, perkenalkan nama saya Adinda Diana Putri, biasa dipanggil Dinda atau Din oleh orang-orang terdekat saya. Hari ini, betapa bangganya saya berdiri di sini, ini impian saya dan ini adalah harapan saya untuk semuanya;

Diana mulai membacakan puisi yang telah ia buat sejak jauh-jauh hari, judulnya “SEPETAK TANAH LELUHUR”.

Ini hanya ungkapan asa gadis desa;
Menapak butala memanggul cita-cita.
Merangkak menaiki puncak bukit.
Terbasuh peluh dia kembali bangkit.

Matanya memicing dari atas sana.
Bertanya-tanya pada sang rudra.
Sepatu pantofel kapankah bertamu?
Desa gadis ini rindu akan temu.

Berkenankah singgah sejenak berbagi keluh?
Barter ilmu dan panen biar ringan mengayuh.
Harapnya sedikit untuk kau sentuh.
Sepetak tanah leluhur yang masih kumuh.

Diana mengakhiri puisinya diiringi tepuk tangan gemuruh warga desa serta bapak bupati yang hadir di sana. Winni sampai bersiul-siul dengan mata berkaca-kaca, ia bertepuk tangan bangga. Diana tidak bisa menahan luapan kebahagiaan, ia merasa telah berhasil menyampaikan harapannya lewat kiasan puisi. Air mata mengalir dari sudut matanya, ia berjanji dalam hatinya, setelah hari ini, ia akan terus melakukan kebanggaan kecil untuk desanya.

Dunia ini adalah milik mereka yang benar-benar tulus berjuang untuk hidup lebih baik.

-TAMAT-